GURU DAN TANTANGANNYA

MANFAAT DIAGNOSA KESULITAN BELAJAR
DALAM PROSES DAN HASIL BELAJAR SISWA
( Suatu Usaha Layanan Bimbingan )
Oleh: Drs. Muh. Yusuf Nur
Guru/Urs. Kuriklum SMP Negeri 29 Makassar

I. PENDAHULUAN
Untuk menunjang suksesnya proses belajar mengajar pada semua dan jenis sekolah, pengetahuan diagnosa kesulitan belajar mengajar sangat diperlukan oleh guru maupun orang tua. Di mana hampir setiap saat mendapati dan berusaha membantu mengatasi kesulitan belajar siswa.
Pada hakekatnya proses belajar mengajar di sekolah adalah merupakan rangkaian proses komunikasi antara siswa dan guru yang berlangsung atas dasar minat, bakat dan kemampuan dari masing-masing siswa. Proses komunikasi tersebut tidak selamanya berjalan dengan lancer bagi setiap siswa. Ada banyak factor yang dapat mempengaruhi atau menghambat kelancaran proses belajar anak itu sendiri. Di antaranya factor fisiologis (fisik) yang menyangkut hal-hal yang berhubungan dengan hidup jasmaniah anak seperti: sakit, cacat jasmaniah, kelainan-kelainan bentuk tubuh, kurang gizi dan sebagainya.
Di samping itu juga factor psikologis (Psikis) yang berupa hambatan-hambatan yang berasal dari dalam jiwa anak itu seperti: intelegensi yang rendah, tidak ada motivasi dan minat dalam belajar. Dan yang tak kurang pula pengaruhnya adalah hambatan-hambatan yang bersumber dari luar seperti: masyarakat yang kurang memberikan dorongan ke arah belajar anak, kekurangan pembiayaan dalam memenuhi kebutuhan sarana belajar.

Hambatan-hambatan tersebut dapat menimbulkan kesulitan belajar, rendah prestasi, tinggal kelas, putus sekolah. Suatu hal yang perlu bagi guru maupun orang tua adalah bagaimana cara melakukan pendekatan terhadap pemecahan hambatab-hambatan tersebut.
Pendekatan yang dimaksudkan tentu didasarkan atas pengertian dan pengenalan lebih dahulu tentang factor-faktor apa yang menyebabkan siswa itu mengalami kesulitan belajar. Dalam melakukan pendekatan, guru maupun orang tua perlu memilki kecakapan mendiagnosa kesulitan belajar siswa dan usaha bimbingannya. Dengan kecakapan tersebut masalah-masalah dalam kesulitan belajar diharapkan dapat teratasi sehingga segala kemampuan siswa dapat dikembangkan seoptimal mungkin.
II. PERMASALAHAN
Dari judul ini dapat dikemukakan pertanyaan untuk mengungkapkan permasalahan : “Adakah Manfaat Diagnosa Kesulitan Belajar Dalam Proses Dan Hasil Belajar Siswa”, untuk dapat menjawab pertanyaan ini perlu diketahui:
1. Pengertian diagnosa kesulitan belajar
( Apa yang dimaksud dengan diagnosa kesulitan belajar ? )
2. Perlunya diagnosa kesulitan belajar dalam proses belajar
( Mengapa diagnosa kesulitan belajar diperlukan dalam proses belajar ? )
3. Dampak diagnosa kesulitan belajar terhadap hasil belajar
( Bagaimana dampak diagnosa kesulitan belajar terhadap hasil belajar
belajar ? )

III. PEMBAHASAN MASALAH
A. Pengertian Diagnosa Kesulitan Belajar
Dalam uraian ini akan dijelaskan secara terpisah sebagai berikut:
1. Pengertian Diagnosa
Diagnosa berasal dari kata Yunani yaitu dia tambah gnosis. Dia berarti melalui atau dengan perantaraan dan gnosis berarti pengetahun atau pengenalan. Jadi diagnosis berarti proses penentuan sebab-sebab dari suatu kejadian.
Istilah diagnosis ini mula-mula dipakai dalam lapangan kedokteran, kemudian para ahli psikologi memakai pula istilah diagnosa ini dalam usaha menemukan kelainan jiwa. Herman rechach pada tahun 1921 mengadakan penyelidikan yang memperlihatkan hasil yang sangat memuaskan dalam lapangan psikiatri. Dia memakai psikodiagnostik yang artinya adalah metode yang dipakai untuk menentukan kelainan-kelainan jiwa seseorang dengan tujuan dapat memberi pertolongan/pengobatan yang lebih tepat.
Diagnosa kesulitan belajar merupakan suatu penerapan atau pengkhususan dari psikodiagnostik. Contoh : Ibu Kdise adalah guru dan wali kelas VII.1 SMP Negeri 29 Makassar mendapati siswanya Rizwan dalam semester ganjil tahun pelajaran 2005/2006 mendapat banyak angka merah atau nilai mata pelajarannya masih banyak belum tuntas. Sehingga dengan sabar Ibu Kdise mencari sebab-sebab Rizwan banyak mendapat angka belum tuntas dengan jalan meneliti rapornya ketika di sekolah dasar, memeriksa hasil ulangan dan tugas-tugasnya, mengadakan interview dengan Rizwan, guru-guru dan orang tuanya, mengadakan observasi dalam kelas waktu Rizwan sedang belajar, memberi tes, meneliti daftar pribadinya dan sebagainya yang berkaitan lansung dengan keadaan Rizwan.
Dari hasil penelitian ini ditentukan bahwa Rizwan dalam mengikuti pelajaran dim kelas selalu mengantuk, sebab di rumah ia membantu ayahnya menjual martabak sampai jauh malam. Proses semacam ini pula disebut diagnosa. Dengan dasar itulah Ibu Kdise menyarankan supaya Rizwan tidak bekerja terlalu jauh malam dan membagi waktunya antara belajar dan bekerja . Di samping itu menghubungi pula orang tuanya supaya tugas-tugas Rizwan di rumah dikurangi dan mendorong lebih banyak belajar di rumah.
Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa diagnosa adalah proses usaha menentukan sebab-sebab dari suatu kejadian dengan tujuan untuk memberikan pertolongan atau bantuan yang tepat..
2. Pengertian Kesulitan Belajar
Istilah kesulitan belajar terdiri dari dua kata yaitu kesulitan dan belajar. Kesulitan adlah merupakan suatu kondisi yang menampakkan adanya cirri-ciri hambatan dalam kegiatan mencapai tujuan, sehingga diperlukan usaha yang lebih giat untuk mengatasi hambatan-hambatan itu.
Sedangkan belajar menurut Morgan adalah setiap perubahan permanen yang relatif di dalam tingkah laku yang merupakan suatu hasil dari pengalaman lalu. Selanjutnya Melton dan Munn mengatakan bahwa belajar adalah suatu perubahan dalam pengalaman ataupun tingkah laku sebagai hasil daripada observasi yang bertujuan, aktivitas yang penuh, pikiran yang penuh disertai reaksi-reaksi emosi yang penuh motivasi di mana hasil perubahan itu adalah memuaskan.
Berdasarkan pendapat di atas, maka belajar adalah suati proses untuk mencapai perubahan tingkah laku dalam bentuk sikap, pengetahuan dan keterampilan sebagai hasil daripada pengalaman lalu. Dengan perkataan lain kesulitan belajar adalah suatu kondisi tertentu yang mengalami hambatan di dalam belajar sehingga siswa itu mencapai prestasi belajar rendah dibandingkan dengan teman-teman sekelasnya. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Soli Abimanyu bahwa seorang siswa mengalami kesulitan belajar jika ia tidak bias mencapai level normal dalam prestasi belajarnya. Level normal di sini diartikan dalam kedudukannya di antara teman sekelasnya di mana anak itu bersekolah.
Dalam urian di atas dapat disimpumlkan bahwa yang dimaksud dengan diagnosa kesulitan belajar adalah proses usaha untuk menentukan dengan cermat hambatan-hambatan apa yang menyebabkanseseorang siswa tidak dapat mencapai tingkat rata-rata dalam prestasi belajarnya dibanding teman-temannya dengan tujuan untukk memberikan bantuan atau penyembuhan yang tepat.
Kesulitan belajar tidak hanya ditandai dengan prestasi rendah tetapi juga ditandai dari tingkahlaku siswa seperti perbandingan prestasi belajar yang dapat dicapai dengan tingkat kecerdasannya, sikap, perbuatan dan tingkat kepuasan siswa. Perbandingan prestasi belajar yang dicapai dengan tingkat kecerdasannya, sikap, perbuatan dan tingkat kepuasan siswa yang belajar, hal ini dapat dilihat dari tanda-tanda yang tampak pada siswa yang mengalami kesulitan belajar.
Siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar , penyebabnya mungkin ringan sehingga mudah kelihatan dan muda pula mengatasinya.. tetapi ada kalanya berat dan sukar diketahui dan bila dapat diketahui memerlukan waktu lama dan usaha-usaha yang sungguh-sungguh.

Kadang-kadang juga terjadi suatu kesulitan belajar pada siswa dianggap kesulitan yang serius oleh seorang guru, tetapi dianggap biasa oleh guru lain lalu mengabaikannnya . Sehingga kesulitan itu berlangsung terus menerus dan mengganngu kemjuan siswa dalam belajar.
Untuk mencegah keadaan yang demikian itu, maka guru maupun orang tua perlu mengetahui kriteria-kriteria yang tampak pada siswa yang mengalami kesulitan belajar. Adapun kriteria dan tanda-tanda siswa yang mengalami kesulitan belajar dapat dilihat pada:
a. Kedudukan siswa dalam kelas
Seorang siswa dapat dikatakan mengalami kesulitan belajar bila siswa itu tidak dapat mencapai tingkat rata-rata dalam prestasi belajar dari teman sekelasnya
b. Pencapaian tujuan pendidikan
Seorang siswa dikatakan mengalami kesulitan belajar bila siswa tersebut tidak berhasil menguasai sejumlah mata pelajaran dalam waktu yang telah ditentukan.
c. Kemampuan siswa itu sendiri
Seorang siswa dikatakan mengalami kesulitan belajar bila siswa tersebut tidak dapat mencapai prestasi belajar sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.
d. Kepribadian
Kadang-kadang didapati siswa yang pintar dalam bidang pelajaran, tetapi menunjukkan penyimpangan atau kelemahan-kelemahan dalam tingkah laku.
Dr. Moh. Surya mengemukakan bentuk-bentuk tingkah laku yang dimanifestasikan oleh siswa yang mengalami kesulitan belajar sebagai berikut:
a. Menunjukkan hasil belajar yang rendah di bawah nilai rata-rata.
b. Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan.
c. Lambat dalam melakukam tugas-tugas kegiatan belajar.
d. Menunjukkan sikap yang kurang wajar.
e. Menunjukkan tingkah laku yang berkelainan.
f. Menunjukkan gejala-gejala emosional yang kurang wajar.
Kriteria dan tanda-tanda tersebut yang tampak dari siswa yang mengalami kesulitan belajar barulah dapat diketahui secara umum, oleh karena itu masih perlu dicari sebab-sebab kelemahan itu dalam hal yang khusus lagi.
B. Perlunya Diagnosa Kesulitan Belajar Dalam Proses Belajar
Masalah pokok yang dihadapi oleh guru dalam kelas adalah adanya perbedaaan individual dari siswa-siswa yang disebabkan oleh latar belakang keturunan, keadaan sosial ekonomi orang tua, keadaan kesehatan, perbedaan tingkat intelegensi, bakat , minat dan pengetahuan dasar. Sehingga dalam kelas terdapat tiga kelompok siswa yaitu: kelompok siswa yang cepat, sedang dan lambat.
Di antara ketiga kelompok ini, kelompok sedanglah banyak jumlahnya. Bahkan pelajaran atau materi pengajaran, metode dan perhatian guru terutama ditujukan kepada kelompok siswa yang cepat dan siswa yang lambat akan dibiarkan sama sekali sehingga mereka tinggal kelas atau keluar sebelum tamat (drop out).
Andaikata setiap siswa dalam kelas sama benar keadaan dalam hal tingkat intelegensi, bakat, minat, pengetahuan dasar, keadaan sosial ekonomi orang tua serta keadaan kesehatan, maka kita tidak perlu mengadakan diagnosa kesulitan belajar. Tetapi siswa yang satu dengan siswa yang lain itu berbeda dan mempunyai keunikan pribadi masing-masing yang harus diperhatikan dengan cermat oleh guru maupun orang tua. Sebab anak yang kembarpun ketika lahir yang dianggap mempunyai sikap, ciri-ciri dan

pembawaan yang sama, tetapi setelah berkembang dan dipengaruhi oleh lingkungan di mana mereka berada dapat pula menjadi individu yang berbeda.
Begitu pula dalam hal masalah yang dialaminya dapat saja seorang siswa mengalami kesulitan belajar yang penyebabnya saling berhubungan anta satu dengan yang lain sehingga masalah itu menjadi kompleks.. Misalnya seorang siswa menderita sakit influenza, sehingga harus tinggal di rumah selama dua minggu untuk dirawat. Dalam perawatannya siswa tersebut mendapat perhatian yang besar dari orang tuanya. Setelah tiba waktunya untuk masuk sekolah kembali, siswa tersebut mengalami dua kesulitan yaitu: pertama banyak ketinggalan dalam mata pelajaran di sekolah dan yang kedua siswa tersebut masih mengalami gangguan fisik (lemah) sehingga tidak memiliki tenaga untuk belajar dengan giat seperti yang dilakukan sebelum sakit. Akibatnya menjadi prustrasi yang mengakibatkan belajarnya menurun, merasa ketinggalan dari teman-temannya dan tenaga berkurang dari biasanya. Akhirnya tidak lama kemudian kalau pagi dia selalu mengeluh sakit kepala dan perut akhirnya tidak masuk sekolah lagi. Keadaan semacam itu orang tuanya mengizinkan lagi untuk tinggal di rumah dan merawatnya dengan penuh perhatian yang luar biasa karena penyakit yanhg baru itu. Siswa tersebut lama tidak masuk sekolah lagi, sehingga pelajarannya makin jauh ketinggalan dari teman-temannya. Hal ini berlangsung dari sakit influenza pada mulanya akhirnya menimbulkan gejala lain yang semakin kompleks.
Demikian pula ada masalah yang dialami antara siswa yang satu dengan yang lain sama atau memperlihatkan gejala yang sama tetapi penyebabnya berbeda. Misalnya didapati dua orang siswa yang mengalami kesulitan dalam pelajaran matematika. Setelah diteliti dengan cermat kedua siswa tersebut ternyata penyebabnya berbeda. Siswa yang pertama penyebabnya karena pengetahuan dasarnya kurang dalam pelajaran matematika, sedangkan siswa yang kedua penyebabnya karena kurangnya

waktu belajar di rumah sebab kalau pulang sekolah dia membantu orang tuanya mencari nafkah sampai larut malam.
Berdasarkan kenyataan-kenyataan di atas, maka seorang guru maupun orang tua tidak dapat membuat kesimpulan secara umum tentang sebab-sebab kesulitan belajar itu. Tetapi mereka harus mempertimbangkan berbagai sebab yang mungkin menimbulkan suatu gejala tertentu. Selanjutnya memeriksanya dengan cermat untuk menemukan manakah di antara berbagai sebab yang menimbulkan masalah yang dialami oleh siswa itu, maka perlu dilakukan diagnosa kesulitan belajar. Sebab cara demikian guru maupun orang tua dapat membantu siswa dengan lebih cepat.
Sehubungan dengan perlunya diagnosa kesulitan belajar dalam usaha membantu siswa memecahkan masalahnya secara menyeluruh, maka seorang guru perlu mengetahui langkah-langkah pelaksanaan diagnosa kesulitan belajar yaitu:
a. Menentukan siswa yang mengalami kesulitan
Tahap ini sangat penting sekali sebab dari sinilah dapat diketahu siswa-siswa yang perlu mendapat pertolongan dengansegera. Salah satu cara yang dapat ditempuh oleh guru atau konselor adalah meneliti daftar nilai dari seluruh mata pelajaran dalam satu kelas pada semester atau caturwulan tertentu dengan jalan:
1) membuat table nilai setiap siswa untuk tiap mata pelajaran
2) Menghitung rata-rata nilai masing-masing siswa
3) Menghitung rata-rata nilai seluruh siswa.
4) Menghitung rata-rata nilai masing-masing mata pelajaran dari seluruh siswa.
5) Menggambarkan kedudukan setiap siswa berdasarkan rata-rata nilai yang dicapainya disbanding dengan rata-rata kelas.
6) Siswa yang berada di bawah rata-rata dianggap mengalami kesulitan belajar.
7) Siswa yang berada paling jauh di bawah rata-rata kelas atau paling banyak mengalami kesulitan belajar, mereka itulah yang harus ditolomng dengan segera.
8) Mencatat identitas siswa yang akan ditolong dengan segera seperti: nama, kelas, dan tahun, nomor induk, tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, pekerjaaan orang tua, berat dan tinggi badan dan ciri-ciri khusus lainnya.
b. Menentukan status atau lokasi kesulitan belajar
Setelah diketahui bahwa siswa itu mengalamu kesulitan belajar, maka guru atau konselor harus menentukan segera dalam mata pelajaran apa siswa itu paling banyak mengalami kesulitan dan pada bagian mana dari pelajaran itu yang belum dikuasainya. Hal yang harus dilakukan oleh guru atau konselor adalah:
1) menggambarkan kedudukan siswa itu berdasarkan nilai yang dicapainya untuk setiap mata pelajaran. Mata pelajaran yang jauh di bawah rata-rata berarti dalam mata pelajaran itulah siswa tersebut mengalami kesulitan.
2) Menganalisa jenis kesulitannya dalam mata pelajaran tersebut dengan jalan memeriksa hasil ulangan dan tugas-tugasnya, melakukan tes diagnostik untuk mengetahui kelemahan-kelemahannya dalam mata pelajaran tersebut. Misalnya siswa tersebut mengalami kesulitan dalam mata pelajaran matematika, setelah dianalisa ternyata bahwa siswa tersebut mengalami kesulitan dalam penggunaaan rumus dalam pemecahan soal. Dengan demikian lokasi kesulitan belajar siswa itu terletak dalam penggunaan rumus dalam pemecahan soal.
3) Selanjutnya guru atau konselor meneliti factor-faktor apa yang menjadi latar belakang sehingga siswa itu mengalami kesulitan dalam penggunaaan rumus dalam pemecahan soal dengan mengumpulkan data sebanyak mungkin.
c. Mengumpulkan data
Dengan diketahuinya bahwa siswa itu mengalami kesulitan dalam pelajaran matematika, hal yang harus dilakukan oleh guru adalah mengumpulkan data-data yang diduga menjadi penyebabnya dengan jalan:
1) Meneliti rapor sebelumnya, barangkali sebab kesulitannya karena dasar kurang.
2) Memeriksa tes diagnostic untuk mengetahui pada bagian mana siswa itu mengalami kesulitan dalam penggunaan rumus dalam pemecahan soal.
3) Menyelidiki lebih lanjut mengapa siswa itu belum menguasai bagian-bagian itu.
4) Menginterview atau mengadakan wawancara denngan siswa itu untuk menanyakan cara belajarnya, tugas-tugas yang dikerjakan di rumah , kehadirannya ketika bagian-bagian itu diajarkan, kesehatan dan sebagainya.
5) Menginterview guru, orang tua dan teman-temannya untuk melengkapi atau memperoleh data baru dari hasil yanhg telah duiperoleh melalui interview dengan siswa tersebut.
6) Mrengadakan observasi dalam kelas untuk memperoleh data tentang sikap siswa dalam mengikuti pelajaran, buku catatannya, kelengkapan alat-alat pelajarannya, cara guru mengajar, keadaan ruang kelas.
7) Mengadakan kunjungan ke rumah untuk mengetahui keadaan rumah, tempat belajarnya, sosial ekonomi orang tua dan lingkungannya.
8) Semua data yang berhasil dikumpul dengan berbagai metode itu disistimatisir dalam suatu penyajian data menurut jenisnya. Misalnya data pendidikan disatukan dengan data pendidikan dan data kesehatan disatukan dengan data kesehatan dan seterusnya.
d. Menganalisa data
Bila mana data yang terkumpul sudah lengkap, maka hal yang harus dilakukan oleh guru adalah menganalisa data itu dengan jalan:
1) Berusaha menghubung-hubungkan data, mencari pertautan antara data yang satu dengan data lainnya.
2) Mengklasifikasikan data tersebut sehingga data yang tidak ada hubungannya sebagai penyebab kesulitan belajar dibuang atau dihilangkan.
3) Menganalisa data secara induktif atau deduktif. Analisa data secara induktif dimulai dari dengan mengemukakan bukti-bukti data yang ada kemudian mengambil kesimpulan dan kesimpulan ini akan lebih kuat bila didukung oleh pendapat para ahli. Sedangkan analisa secara deduktif analisa yang dilakukan dengan memulai dari mengemukakan teori salah seorang ahli lalu kebenaran itu didukung oleh data yang berhasil dikumpulkan. Misalnya diperoleh data bahwa Rizwan baru belajar kalau ada ulangan. Kerjanya tiap hari hanya membaca komik, bila tidak membaca komik dia ngobrol saja dengan temannya yang ada disekitar rumahnya yang tidak bersekolah. Karena itu nilai matematikanya jelek sekalinyaitu nilai 4 (empat). Jadi jeleknya prestasi Rizwan itu karena kurang mengulangi pelajarannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Jost bahwa mungkin banyak mengulangi pelajaran makin baik ingatan kita terhadap pelajaran itu atau lima kali belajar selama dua menit lebih baik daripada dua kali belajar selama lima menit.
e. Menarik kesimpulan
Tahap ini disebut juga diagnosa dalam arti sempit, hal yang harus dilakukan oleh guru atau kkonselor di sini adalah mengambil kesimpulan dari analisa di atas denga jalan:
1) Menetapkan factor-faktor mana dari data itu yang menjadi penyebab langsung maupun tidak langsung dari kesulitan belajarnya.
2) Menjadikan kesimpulan itu sebagai titik tolak usaha penyembuhannya.
3) Mengemukakan kesimpulan itu bukan saja yang bersifat negative (penyebab kesulitan belajarnya), tetapi juga bersifat positif (misalnya keshatan yang baik, tingkat intelegensi yang tinggi)
f. Merencanakan penyembuhan (Prognosa)
Setelah jelas sebab-sebab kesyulitan belajar siswa itu sebagaimana dalam kesimpulan (diagnosa), maka hal yang harus dilakukan oleh guru atau konselor adlah membuat rencana penyembuhannya dengan jalan :
1) Rencana penyembuhan yang dibuat disesuaikan dengan latar belakang penyebab dari tiap-tiap masalahnya, sehingga dapat menyangkut soal cara belajar, metode mengajar, alat-alat pelajaran yang diperlukan, factor-faktor emosional, perbaikan-perbaikan dan sikap orang tua.
2) Rencana oenyembuhan itu dibuat secara alternatif yaitu rencana penyembuhan yang paling mungkin dapat melaksanakan dan akan paling  membawa sukses. Misalnya Rizwan dalam mata pelajaran matematika ditempuh usaha-usaha sebagai berikut:
a) Perlu diberi pengajaran remedial dalam bagian-bagian matematika yang kurang.
b) Memperlengkapi alat-alat pengajaran dengan alat peraga.
c) Menemui orang tuanya untuk membicarakan usaha-usaha yang baik dilakukan untuk kemajuan Rizwan.
g. Memberikan bantuan
Setelah rencana penyembuhan ditetapkan, maka hal yang harus dilakukan oleh guru atau konselor adalah memberikan bantuan untuk mengatasi kesulitan belajar siswa dengan jalan:
1) Melakukan alternative-alternatif metode penyembuhan yang telah direncanakan itu
2) Bila mana penyembuhan kesulitan itu di luar kemampuan guru, maka siswa tersebut dikirim ke ahli yang lebih berwenang seperti psikiater, dokter dan lainnya.
3) Pelaksanaan penyembuhan itu dilakukan secara kontinyu.
h. Evaluasi dan tindak lanjutnya
Setelah pemberian bantuan itu dilaksanakan, maka hal yang harus dilakukan oleh guru atau konselor adalah berusaha mengetahui keberhasilan usaha bantuan yang telah diberikan itu dengan jalan:
1) Mentes hasil belajar siswa dalam mata pelajaran yang sebelumnya mengalami kesulitan
2) Melaksanakan wawancara dengan siswa tentang kesulitannya
3) Melakukan wawancara dengan guru dan orang tuanya mengenai perubahan yang telah dicapai oleh siswa tersebut.
4) Menganalisa hasil belajar yang telah dicapai dan informasi lainnya.
Setelah diperoleh dengan jelas kesulitan belajar yang dialami oleh seseorang atau beberapa siswa dan jelas pula sebab-sebab yang mendasari kesulitannya itu, maka langkah selanjutnya adalah pemecahan kesulitan belajar.
Teknik bimbingan pemecahan kesulitan belajar pada dasarnya melalui pendekatan secara kelompok dan pendekatan secara individual. Kedua jenis pendekatan itu akan diuraikan sebagai berikut:
1. Bimbingan Kelompok
Bagi siswa yang mengalami kesulitan dalam pelajaran yang sama dengan sebab-sebab yang mendasari kesulitan itu sama pula, maka mereka dapat dibantu secara kelompok atau melalui kegiatan kelompok.
Bentuk-bentuk teknik bimbingan kelompok yang dapat digunakan antara lain: pengajaran remedial, karyawisata, program kunjungan rumah, sosiodrama, psikodrama, pemberiann informasi secara kelompok.
2. Bimbingan Individual
Konseling sebagai teknik bimbingan individual dapat digunakan untuk memecahkan kesulitan siswa di dalam belajar akibat masalah emosional, sosial dan pribadi
Seorang siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar dapat dihadapi langsung secara tatap muka oleh konselor atau guru dalam rangka memecahkan masalah yang sedang dihadapi siswa itu. Suasana hubungan tatap muka mempunyai ciri khas yaitu suatu hubungan yang tidak terasa sedikitpun unsur-unsur paksaan atau kekerasan, bebas dari rasa takut, saling mempercayai, terbuka, sukarela, saling memberi dan saling menerima. Suasana yang langsung seperti ini biasa disebut hubungan baik atau rapport. Sebelum usaha konseling dilanjutkan hendaknya terlebih dahulu dibina hubungan baik. Apabila hubungahn baik telah tercipta, maka hubungan selanjutnya akandapat berjalan dengan lancer dan penuh arti. Satu ciri lain dari suasana konseling ini adalah bahwa hubungan telah dilakukan secara individual di tempat yang aman dan tenang sehingga siswa maupun konselor atau guru dapat berbicara bebas. Hal ini tidak berarti bahwa konseling harus dilaksanakan di kamar tertutup atau di tempat yang tersembunyi. Konseling dapat dilaksanakan di mana saja asal suasana kebebasan mengemukakan isi hati.
Adapun teknik-teknik khusus dalam konseling adalah:
a. Teknik direktif, yaitu pendekatan dalam konseling di mana yang memegang peranan penting adalah konselor atau guru berusaha mengarahkan siswa sesuai dengan masalahnya. Konselor menyarankan gagasan-gagasan mengenai keadaan siswa, rencana kegiatannya ataupun perubahan sikapnya kea rah yang diinginkannya.
b. Teknik non direktif, yaitu pendekatan dalam konseling di mana yang memegang peranan penting adalah siswa. Dengan dasar bahwa siswa itu sebagai makhluk yang tumbuh dan berkembang mempunyai masalah potensi untuk dapat memecahkan sendiri masalahnya. Konselor atau guru bersikap sabar mendengarkan dengan penuh perhatian ungkapan batin siswa yang diutarakan kepadanya.. Konselor atau guru seolah-olah pasif, tetapi sesungguhnya bersikap aktif menganalisa segala apa yang dirasakan oleh siswa sebagai beban batinnya.
c. Teknikm pencerahan, teknik ini hamper sama dengan teknik non direktif, hanya bedanya terletak pada lebih menekankan pada usaha mengkorek sumber perasaan yang dirasa menjadi tekanan batin siswa serta mengaktifkan kekuatan tenaga kejiwaan siswa dengan melalui pengertian tentang kesulitan yang dialaminya. Oleh karena itu, maka inti pada metode ini adalah insight dan klarifikasi terhadap unsure-unsur kejiwaan yang menjadi sumber konflik seseorang . Jadi di sini tampak bahwa sikap konselor atau guiru adalah membantu memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk melahirkannn atau mengekpresikan segala gangguan kejiwaan yang disadari menjadi problem baginya.
d. Teknik elektik, yaitu gabungan dari ketiga teknik sebelumnya. Pada teknik eletik konselor atau guru yang melakukan konseling secara elektif dalam arti mempergunakan unsure-unsur yang baik dan menghindari unsure-unsur yang lemah dari ketiga tekbik yang telah disebutkan sebelumnya. Pilihan ini dilakukan sesuai dengan masalah siswa dan siatuasi di mana konseling itu dilakukan.
Dalam rangka pemecahan kesulitan siswa dalam belajar pada taraf pertama masih menjadi tugas guru atau wali kelas untuk sejauh mungkin menanggulangi kesulitan belajar yang dihadapi oleh siswa-siswanya.
Jika dengan berbagai usaha baik berupa bimbingan secara kelompok maupun secara individual telah dilaksanakan oleh guru atau ewali kelas sesuai dengan keahliannya, tetapi kesulitan belajar itu belum juga terpecahkan, rasanya guru atau wali kelas kewalahan atau diperkirakan siswa tersebut memenag memerlukan bantuan khusus dari konselor yang lebih ahli, maka guru atau wali kelas yang bersangkutan perlu mengirim kesulitan belajar yang dihadapi oleh siswa itu kepada konselor. Di sini tidak berarti bahwa guru atau wali kelas yang bersangkutan sekarang menjadi lepas tangan terhadap kesulitan siswa tersebut, melainkan sebaliknya peranan guru atau wali kelas dalam rangka kerjasama dengan konselor makin besar. Bagaimanapun juga konselor sekolah tidak mungkin bekervja sendiri, apalagi kalau kesulitan
belajar itu menyangkut mata pelajaran tertentu. Jelas harus editranggulangi bersama dengan guru mata pelajaran yang bersangkutan. Selanjutnya bila konselor sekolah tidak dapat menyelesaikan kesulitan siswa karena di luar keahliannya, maka siswa tersebut dapat dikirim pada tim ahli yang ada di luar sekolah..
Usaha-usaha pemecahan kesulitan belajar siswa di sekolah hendaknya dilakukan dengan segera dan setuntas mungkin, sehingga siswa yang mengalami kesulitan belajar dapat teratasi dengan baik.
C. Dampak Diagnosa Kesulitan Belajar Terhadap Hasil Belajar
Upaya dalam mengatsi berbagai kesulitan belajar siswa di sekolah, sesungguhnya merupakan masalah yang mendasar dan vital dalam pendidikan. Masalah ini tidak berdiri sendiri dari masalah-masalah lainnya seperti masalah kurikulum, sumber daya manusia, era teknologi informasi dan globalisasi dalam pensdidikan. Era globalisasi, teknologi informasi dan sumber daya manusia merupakan skop yang lebih luas dari pada kesulitan belajar itu sendiri.
Sebagaimana telah dijelaskan pada bagian terdahulu dalam karya tulis ini bahwa tujuan utama dilakukan diagnosa kesulitan-kesulitan dalam belajar sehingga dapat mengatasi sendiri masalah-masalahnya sendiri dengan penuh rasa percaya diri.
Bagaimanapun pintarnya seorang guru atau konselor dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh siswa yang menjadi tanggungjawabnya, teknik-teknik bimbingan yang dilakukan sangat menunjang dalam membantu siswa dalam mengatasi masalahnya, namun kesemuanya itu tidak akan berhasil jika siswa yang dibimbingnya itu kurang dan tidak mau peduli akan masalahnya sendiri. Kesemuanya ini serang guru atau konselor harus berjiwa besar dan sabar
dalam mengahdapi situasi semacam ini. Hal ini dilaklukan tidak lain karena tugas dan tanggung jawab yang dipercayakan kepadanya. Memang kita harus jujur dan mengakui bahwa untuk merubah suatu tingkah laku seseorang tidak mudah seperti yang kita bayangkan. Oleh karena itu untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh siswa perlu peluang-peluang kemungkinan agar siswa yang dihadapi itu dapat tertarik terhadap langkah-langkah yang kita gunakan atau terapkan.
Namun yang kita harapkan dalam diagnosa kesulitan belajar itu adalah untuk mengetahui dengan pasti jenis-jenis kesulitannya, letak jenis kesulitannya dan tindakan apa yang harus dilakukan untuk mengatasinya. Oleh karena itu untuk mengatahui dampak diagnosa kesulitan belajar terhadap hasil belajar yang diharapkan, maka dalam prosedur diagnosa kesulitan belajar yang penting adalah langkah evaluasi dan tindak lanjutnya. Sebab dalam langkah ini akan diketahui sampai sejauh mana tindakan pemberian bantuan yang telah diberikan kepada siswa yang mengalami kesulitan belajar tersebuit untuk mencapai hasil yang diharapkan.
Secara umum dapat dikatakan bahwa dampak pelaksanaan diagnosa kesulitan belajar terhadap hasil belajar dapat diketahui dengan:
1. Adanya kemajuan belajar yang dicapai dalam prestasi belajar dalam mata pelajaran yang menjadi kesulitannya. Kemajuan yang dimaksudkan adalah adanya perubahan sikap terhadap mata pelajaran tersebut terutama minat dan motivasi serta gairah belajar yang tinggi jika dibandingkan dengan sebelumnya. Dan yang paling penting adalah adanya usaha-usaha yang lebih giat untuk mempelajari mata pelajaran yang sebelumnya kurang ber minat dan nilainya rendah.
2. Di samping itu juga terdapat kemajuan belajar dalam mata pelajaran lainnya yang menunjukkan lebih lagi.
3. Tumbuhnya kepercayaan terhadap diri sendiri serta pemahaman yang cukup berarti.
4. Adanya penerimaaan kelompok terhadap dirinya, di mana sebelumnya dihindari oleh teman-temannya.
5. Berkembangnya bakat yang ada dalam dirinya sehingga dapat menunjukkan sikap percaya diri dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan.
6. Partispasi dalam kelompoknya lebih aktif dan mau berusaha semaksimal mungkin.
Dari uraian tersebut di atas, maka jelaslah bahwa pelaksanaan diagonasa kesulitan belajar sangat berpengaruh terhadap siswa yang mengalami kesulitan-kesulitan dalam belajar. Sehingga dengan demikian diagnosa kesulitan belajar mempunyai dampak yang positif terhadap hasil belajar siswa. Dampak yang paling menonjol adalah adanya perubahan sikap belajar siswa dari kurang berminat menjadi berminat terhadap mata pelajaran yang paling mengalami kesulitan.

IV. KESIMPULAN
Dari uraian-uraian permasalahan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Tidak seorangpun yang dapat menyangkal betapa pentingnya pendidikan. Akan tetapi betapa pentingnya pendidikan tidak dapat dipisahkan dengan betapa pentingnya pendidikan sebagai orang yang bertanggungjawab atas pendidikan seseorang.
2. Guru adalah pendidik yang menggunakan mengajar sebagai pelaksanaan tugasnya, belajar aktif dari pada siswa-siswa sebagai dampak dan perubahan tingkah laku sesuai dengan yang diharapkan sebagai hasilnya. Guru selain menyampaikan pengetahuan, menanamkan nilai dan sikap, melatih keterampilan juga memberikan bimbingan belajar dan konseling kepada siswa-siswa.
3. Pendidikan dalam menghadapi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi ada dua masalah utama yang dihadapi yaitu pengetahuan yang harus dipilih dan bagaimana mengaturnya untuk mempelajarinya. Dalam hal ini tentunya diperlukan adanya bimbingan dan konseling kepada siswa-siswa agar dapat memilih dengan tepat dan mengatur dengan baik apa yang dipelajari, sehingga hasilnya lebih memuaskan.
4. Kegagalan belajar siswa bukanlah kegagalan potensial melainkan kegagalan teknis yang disebabkan cara belajar dan cara mengatur waktu belajar yang kurang teratur. Juga disebabkan oleh kurangnya bimbingan dan dorongan belajar dari orang tua. Sehubungan itu petugas bmbingan dan konseling harus berusaha untuk mengatur kondisi agar potensi dapat mengalir atau sekurang-kurangnya mengurangi jumlah kondisi yang menghambat pemikirannya.

5. Pada umumnya ahli-ahli pendididkan mengakui bahwa bimbingan belajar mempengaruhi hasil belajar. Oleh sebab itu mereka menganjurkan agar siswa-siswa diberikan bimbingan belajar yang maksimal, karena lebih efektif belajar dengan bimbingan daripada tanpa bimbingan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa bagaimanapun juga bimbingan dan konseling mempunyai dampak positif terhadap hasil belajar.
V. PENUTUP
Dalam mengahadapi laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kita memerlukan bibit-bibit unggul yang dapat diandalkan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk itu perlu ditelusuri orang-orang berbakat, orang-orang yang memang betul-betul mempunyai potensi dan bukan hanya bebas tes memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Dalam hal ini sangat besar peranan guru bimbingan dan konseling untuk menemukan dan membina bibit unggul guna disemaikan dalam pendidikan nasional kita. Kita memerlukan jumlah yang banyak, tetapi juga membutuhkan mutu yang baik. Akan tetapi mutu yang baik hanya dapat dicapai dengan bibit yang baik disertai dengan bimbingan dan konseling yang baik pula. Di sinilah letak jasa guru yang dijuluki pahlawan tanpa tanda jasa.

KEPUSTAKAAN
Soli Abimanyu; 1979, Suatu Petunjuk Praktis diagnostic Kesulitan Belajar, FIP IKIP Ujung pandang.
Siti Rahayu Haditono; 1972, Kesukaran-Kesukaran dalam Belajar, Fakultas Psikologi UGM, Yogyakarta.
Oemar Hamalik; 1980, Metode Belajar dan Kesulitan-Kesulitan Belajar, Bandung.

BAGAIMANA MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN

PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN MELALUI PEMBERDAYAAN GURU
(Peran Kepala sekolah Sebagai Pemimpin Pendidikan di Sekolah)
Oleh: Drs. Muh. Yusuf Nur
Guru/Urs. Kurikulum SMP Negeri 29 Makassar

I. PENDAHULUAN

Saat kita memasuki abad ke-21, perencana pendidikan dan administrasi pendidikan terus dituntut untuk mengidentifikasi pelbagai factor yang akan membentuk masyarakat secara keseluruhan. Salah satu factor terpenting adalah bagaimana penataan dan pengaturan serta tanggung jawab dalam bidang pendidikan.
Keinginan pemerintah untuk memperbaiki sistem pendidikan sebagai wujud tanggung jawab dalam pelaksanaan sistem pendidikan di Indonesia telah dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem pendidikan Nasional
Salah satu upaya meningkatkan mutu pendidikan yang ada adalah melakukan pemeberdayaan kepala sekolah. Hal ini kepala sekolah merupakan motor penggerak bagi sumber daya sekolah terutama guru-guru dan karyawan sekolah. Begitu besarnya peranan kepala sekolah dalam proses pencapaian tujuan pendidikan, sehingga dapat dikatakan bahwa sukses tidaknya kegiatan sekolah sebagian besar ditentukan oleh kualitas kepala sekolah itu sendiri. Seluruh sumber daya harus didayagunakan sedemikian rupa. Para guru perlu digerakkan kea rah suasana kerja yang positif, menggairahkan dan produktif. Bagaimanapun guru merupakan input yang pengaruhnya sangat besar pada proses belajar mengajar. Demikian pula penataan fisik dan administrasi perlu dibina agar disiplin dan semangat belajar yang tinggi bagi siswa. Kesemuanya ini mensyaratkan perlunya penerapan kepemimpinan pendidikan oleh seorang kepala sekolah.

Sebagai pemimpin pendidikan di sekolah, kepala sekolah wajib mengikuti dan mematuhi petunjuk serta peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kepala sekolah berkewajiban memimpin, mengkoordinasikan, mengadministrasikan, mengawasi semua bawahannya dan mengadakan hubungan masyarakat.

II. PERMASALAHAN

Dari judul ini dapat dikemukakan pertanyaan untuk mengungkapkan permasalahan: Adakah peran kepala sekolah dalam pemberdayaan guru untuk meningkatkan mutu pendidikan ?
Untuk menjawab pertanyaan perlu diketahui:
1. Peran kepala Sekolah
(Bagaimana peran kepala sekolah dalam memberdayakan guru untuk meningkatkan mutu pendidikan)
2. Pemberdayaan Guru
(Perlunya pemberdayaan guru dalam meningkatkan mutu pendidikan)

III. PEMBAHASAN MASALAH

A. Peran Kepala Sekolah

Di antara pemimpin pendidikan yang bermacam-macam jenis dan tingkatannya, kepala sekolah merupakan pendidikan yang sangat penting karena kepala sekolah berhubungan langsung dengan pelaksanaan program pendidikan di sekolah. Ketercapaian tujuan pendidikan sangat bergantung pada kecakapan dan kebijaksanaan kepala sekolah. Hal ini karena kepala sekolah merupakan seorang pejabat yang professional dalam organisasi sekolah yang bertugas mengatur semua sumber organisasi dan bekerjasama dengan guru-guru dalam mendidik siswa untuk mencapai tujuan pendidikan.

Kegiatan lembaga pendidikan sekolah di samping diatur oleh pemerintah, sesungguhnya sebagian besar ditentukan oleh aktivitas kepala sekolahnya. Menurut Pidarta (1990), kepala sekolah merupakan kunci sukses sekolah dalam mengadakan perubahan. Sehingga kegiatan meningkatkan dan memperbaiki program dan proses pembelajaran di sekolah sebagian besar terletak pada diri kepala sekolah itu sendiri.
Pidarta (1997) menyatakan bahwa kepala sekolah memiliki peran dan tanggung jawab sebagai manajer pendidikan, pemimpin pendidikan, supervisor pendidikan dan adiministrator pendidikan
1. Manajer Sekolah
Kepala sekolah sebagai manajer di sekolah. Sebagai manajer pendidikan di sekolah, maka tugasnya adalah merencanakan sesuatu atau mencari strategi yang terbaik, mengorganisasi dan mengkoordinasi sumber-sumber pendidikan yang masih berserakan agar menyatu dalam melaksanakan pendidikan dan mengadakan control terhadap pelaksanaan dan hasil pendidikan.
Kepala sekolah memiliki kewenangan dalam mengambil keputusan, karena atas perannya sebagai manajer di sekolah dituntut untuk mampu:
a. Mengadakan prediksi masa depan sekolah misalnya meprediksi kualitas yang diinginkan masyarakat.
b. Melakukan inovasi dengan mengambil inisiatif dan kegiatan-kegiatan yang kreatif untuk kemajuan sekolah.
c. Menciptakan strategi atau kebijakan untuk mensukseskan pikiran-pikiran yang inovatif tersebut.
d. Menyusun perencanaan, baik perencanaan strategis (renstra) maupun perencanaan operasional (renop).

e. Menemukan sumber-sumber pendidikan dan menyediakan fasilitas pendidikan.
f. Melakukan pengendalian atau control terhadap pelaksanaan pendidikan dan hasilnya.
2. Pemimpin Sekolah
Lipoto (1988) mengatakan bahwa sebagai pemimpin pendidikan, maka kepala sekolah harus mampu menggerakkan orang lain agar secara sadar dan sukarela melaksanakan kewajibannya secara baik sesuai dengan apa yang diharapkan pemimpin dalam mencapai tujuan.
Kepemimpinan kepala sekolah terutama ditujukan kepada guru-guru karena merekalah yang terlibat secara langsung dalam proses pendidikan. Namun demikian, kepemimpinan kepala sekolah juga ditujukan kepada para tenaga kependidikan lainnya serta siswa.
Hal senada diakatakan Wahjosumdjo (2001), peran kepala sekolah sebagai pemimpin sekolah memiliki tanggung jawab menggerakkan seluruh sumberdaya yang ada di sekolah sehingga melahirkan etos kerja dan produktivitas yang tinggi dalam mencapai tujuan.
Selanjutnya Wahjosumidjo (2001) berpendapat bahwa untuk dapat menjadi pemimpin sekolah yang baik, kepala sekolah harus:
a. Adil
b. Mampu memberikan sugesti .
c. Mendukung tercapainya tujuan
d. Mampu sebagai katalisator
e. Menciptakan rasa aman
f. Dapat menjadi wakil organisasi
g. Mampu menjadi sumber inspirasi
h. Bersedia menghargai

Dalam pelaksanaannya, keberhasilan kepemimpinan kepala sekolah, (Departemen Pendidikan Nasional (2000) sangat dipengaruhi hal-hal sebagai berikut:
a. Kepribadian yang kuat
Kepala sekolah harus mengembangkan pribadi agar percaya diri, berani, bersemangat, murah hati dan memiliki kepekaan social.
b. Memahami tujuan pendidikan dengan baik
Pemahaman yang baik merupakan bekal utama kepala sekolah agar dapat menjelaskan kepada guru, staf dan pihak lain serta menemukan strategi yang tepat untuk mencapainya.
c. Pengetahuan yang luas
Kepala sekolah harus memiliki pengalaman dan pengetahuan yang luas tentang bidang tugasnya maupun bidang lain yang terkait.
d. Keterampilan professional yang terkait dengan tugasnya sebagai kepala sekolah yaitu:
1) keterampilan teknis, misalnya teknis menyusun jadwal pelajaran, memimpin rapat
2) keterampilan bubungan kemanusiaan, isalnya bekerjasama dengan orang lain, memotivasi, guru dan staf
3) keterampilan konseptual, misalnya mengembangkan konsep pengembangan sekolah, memperkirakan masalah yang akan muncul dan mencari pemecahannya
Dalam masalah ini Wahjosumidjo (2001) berpendapat, bagi kepala sekolah yang ingin berhasil menggerakkkan para guru dan staf serta para siswa agar berperilaku dalam mencapai yujuan sekolah adalah:
a. Menghidarkan diri dari sikap dan perbuatan yang bersifat memaksa atau bertindak keras terhadap guru, staf dan para siswa

b. Harus mampu melakukan perbuatan yang melahirkan kemauan untuk bekerja dengan penuh semangat percaya diri terhadap para guru, staf dan siswa dengan cara meyakinkan dan membujuk. Meyakinkan dilakukan dengan berusaha agar para guru, staf dan siswa percaya bahwa apa yang dilakukan adalah benar. Sdengkan membujuk adalah berusaha meyakinkan para guru, staf dan siswa bahwa apa yang dilakukan adalah benar.
Pemimpin yang efektif selalu memanfaatkan kerjasama dengan para bawahan untuk mencapai cita-cita organisasi (Pidarta, 1990). Di samping itu menurut Mulyasa (2002), kepala sekolah yang efektif adalah kepala sekolah yang:
a. Mampu memberdayakan guru-guru untuk melaksanakan proses pembelajaran dengan baik, lancer dan produktif
b. Dapat menyelesaikan tugas dan pekerjaan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan
c. Mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat sehingga dapat melibatkan mereka secara aktif dalam rangka mewujudkan tujuan sekolah dan pendidikan
d. Berhasil menerapkan prinsip kepemimpinan yang sesuai dengan tingkat kedewasaan guru dan pegawai lain di sekolah
e. Bekerja dengan tim manajemen
f. Berhahsil mewujudkan yujuan sekolah secara produktif sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
3. Administrator Sekolah
Kepala sekolah sebagai adimistrator dalam lembaga pendidikan memopunyai tugas-tugas antara lain: melakukan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, pengawasan terhadap bidang-bidang seperti: kurikulum, kesiswaan, kantor, kepegawaian, perlengkapan, keuangan, dan perpustakaan. Jadi kepala sekolah harus mampu melakukan:

a. Pengelolaan pengajaran
b. Pengelolaan kepegawaian
c. Pengelolaan kesiswaan
d. Pengelolaan sarana dan prasarana
e. Pengelolaan keuangan
f. Pengelolaan hubungan sekolah dan masyarakat (Drs. Sukarto Indrafachrudi; 1986, 80 s/d 83).
Selanjutnya untuk memperlancar kerja dan membina tanggung jawab bersama di kalangan staf sekolah, maka tugas-tugas kepala sekolah dalam bidang administrator dalam arti luas seperti yang telah disebutkan di atas itu sebagian dipencarkan dan didelegasikan penyelenggaraan dan pertanggungan jawab peraturannya kepada guru-guru, staf tata usaha sekolah dan petugas lainnya. Jadi pada prinsipnya fungsi kepala sekolah dalam tugas administrator hanyalah sebagai coordinator dan bertanggung jawab penuh terhadap kegiatan administravsi sekolah.
4. Supervisor Sekolah
Supervisi merupakan kegiatan membina dan dengan membantu pertumbuhan agar setiap orang mengalami peningkatan pribadi dan profesinya. Menurut Suhertian (2000), supervise adalah usaha memberi layanan kepada guru-guru baik secara individual maupun secara berkelompok dalam usaha memperbaiki pengajaran dengan tujuan memberikan layanan dan bantuan untuk mengembangkan situasi belajar mengajar yang dilakukan guru di kelas.
Supervisi merupakan pengembangan dan perbaikan siatuasi belajar mengajar yang pada akhirnya perkembangan siswa. Perbaikan situasi belajar mengajar bertujuan untuk:

a. Menciptakan, memperbaiki, dan memelihara organisasi kelas agar siswa dapat mengembangkan minat, bakat dan kemampuan secara optimal.
b. Menyeleksi fasilitas belajar yang tepat dengan problem dan situasi kelas
c. Mengkoordinasikan kemauan siswa mencapai tujuan pendidikan
d. Meningkatkan moral siswa
Lebih lanjut Ngalim Purwanto (1987) mengemukakan bahwa supervisi adalah suatu aktivitas pembinaan yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan sekolah maupun guru, oleh karena itu program supervisi harus dilakukan supervisor yang memiliki pengetahuan dan keterampilan mengadakan hubungan antar individu dan keterampilan teknis. Supervisor di dalam tugasnya bukan saja mengandalkan pengalaman sebagai modal utama, tetapi harus diikuti atau diimbangi dengan jenjang pendidikan formal yang memadai.
Sasaran supervisi pendidikan pada hakekatnya menyentuh pemberdayaan guru. Secara praktis fungsi supervisi pendidikan dapat dilihat dari 3 aspek: pertama, bagaimana membantu guru dalam proses belajar mengajar. Yang dimaksudkan di sini adalah proses belajar mengajar dalam bentuk suatu system di mana guru dan siswa terlibat aktif di dalamnya. Kedua, bagaimana membantu guru dalam relasi pengajaran dengan siswa-siswa. Pendidikan pada hakekatnya merupakan hubungan antara guru dan siswa. Untuk itu guru perlu mengenal siswa dalam relasi pendidikan. Ketiga, bagaiamana membantu mengembangkan sikap professional. Pengembangan sikap professional dimanifestasikan dalam pribadi guru yang meliputi moral dan kegairahan kerja, kode etik jabatan, serta semangat bersatu dalam kelompok.

Beberapa paparan di atas dapat disimpulkan bahwa kepala sekolah merupakan penyelenggara pendidikan yang juga sebagai:
a. Manajer lembaga pendidikan
b. Menjadi pemimpin pendidikan
c. Penggerak lembaga pendidikan
d. Supervisor atau pengawas pendidikan
e. Pencipta iklim bekerja dan belajar yang kondusif
Sesuai dengan peran dan tugas-tugas di atas, kepala sekolah sebagai manajer sekolah dituntut untuk dapat menciptakan manajemen sekolah yang efektif. Menurut Mantja (2000), keefektifan manajemen pendidikan ditentukan oleh profesionalisme manajer pendidikan. Adapun sebagai manajer terdepan kepala sekolah merupakan figure kunci dalam mendorong perkembangan dan kemajuan sekolah. Kepala sekolah tidak hanya meningkatkan tanggung jawab dan otoritasnya dalam program-program sekolah, kurikulum dan keputusan personil, tetapi juga memiliki tanggung jawab untuk meningkatkan akuntabilitas keberhasilan siswa dan programnya. Kepala sekolah harus pandai memimpin kelompok dan mampu melakukan pendelegasian dan wewnang (Nur Kholis, 2003)
Peran kepala sekolah dalam Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah sebagai designer , motivator, fasilitator dan perantara (Nur Kholis, 2003). Sebagai designer kepala sekolah harus membuat rencana dengan memberikan kesempatan untuk terciptanya diskusi-diskusi menyangkut isu-isu dan permasalahan dis eputar sekolah dengan tim pengambil keputusan sekolah. Tentu saja dalam hal ini harus melibatkan berbagai komponen terkait secara demokratis.
B. Pemberdayaan Guru
Andy Kirana (1997) mengatakan bahwa kepemimpinan yang memberdayakan, mengimplikasikan suatu keinginan untuk melimpahkan

tanggung jawab dan berusaha membantu dalam menentukan kondisi di mana orang lain dapat berhasil. Oleh karena itu, seorang pemimpin harus menjelaskan apa yang diharapkannnya, harus menghargai kontribusi setiap orang, harus membawa lebih banyak orang keluar kotak organisasi dan harus mendorong setiap orang untuk berani mengemukakan pendapat.
Sedangkan menurut Mulyadi dan Setiyawan (1999) pemberdayaan staf adalah pemberian wewenang kepada staf untuk merencanakan dan membuat keputusan tentang pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya, tanpa harus mendapatkan otorisasi secara eksplisit dari atasan. Pemberian wewenang oleh manajemen kepada staf dilandasi oleh keberdayaan staf. Pemberdayaan bersifat mendukung budaya dan tidak menyalahkan dan kesalahan dianggap kesempatan untuk belajar.
Pemberdayaan menurut Andy Kirana (1997) harus didukung oleh sejumlah etika yang konsisten dan orang-orang yang hidup dengan etika tersebut memberikan contoh bagi yang lain. Etika dari pemimpin yang memberdayakan adalah menghormati orang dan mengahargai kekuatan dan konstribusi mereka yang berbeda-beda, menekankan pentingnya komunikasi yang terbuka, jujur, bertanggung jawab untuk bekerjasama dengan yang lain, mengakui nilai pertumbuhan dan perkembangan pribadi, mementingkan kepuasan pelanggan, berusaha memenuhi kebutuhan akan adanya perbaikan sebagai suatu proses yang tetap di mana setiap orang harus ikut ambil bagian secara aktif. Nilai-nilai etis ini akan membantu organisasi menjadi lebih kuat dan menjadi tempat yang lebih baik untuk bekerja bagi setiap individu.
Pada dasarnya pemberdayaan merupakan pelepasan atau prembebasan, bukan pengendalian energi manusia yang dilakukan dengan meniadakan segala peraturan, prosedur, perintah dan lain-lain yang tidak perlu, yang merintangi organisasi untuk mencapai tujuannya. Pemberdayaan bertujuan mengahpuskan hambatan-hambatan sebanyak

mungkin guna membebaskan organisasi dan orang-orang yang bekerja di dalamnya, melepaskan mereka dari halangan-halangan yang hanya memperlambat reaksi dan merintangi aksi mereka (Stewart, 1998).
Menurut Mulyadi dan Setiyawan (1999), untuk mewujudkan suatu pemberdayaan dalam organisasi, sorang pemimpin harus memahami tiga keyakinan dasar berikut ini:
1. Subsidiarity.
Prinsip ini mengajarkan bahwa badan yang lebih tinggi kedudukannya tidak boleh mengambil tanggung jawab yang dapat dan harus dilaksanakan oleh badan yang berkedudukan lebih rendah. Dengan kata lain, mencuri tanggung jawab orang merupakan suatu kesdalahan, karena keadaan ini akhirnya menjadikan orang tersebut tidak terampil.
Kenyataannya, dimasa lalu organisasi lebih banyak dirancang untuk memastikan bahwa kesalahan tidak pernah terjadi. Dalam prinsip lama organisasi, pengambilalihan tanggung jawab bawahan oleh atasan merupakan hal yang normal terjadi dan dibenarkan dengan suatu alasan bahwa suatu organisasi dibentuk untuk menghindari kesalahan.
2. Staf pada dasarnya baik.
Inti pemberdayaan staf adalah keyakinan bahwa orang pada dasarnya baik. Meskipun kadang-kadang orang gagal dan kadang-kadang orang melakukan kesalahan, namun tujuan orang adalah menuju kebaikan. Sebagai manusia yang berakal sehat dan makhluk yang berpikir, orang memiliki kecendeerungan alami untuk berhasil dalam pekerjaannya.
Untuk dapat memberdayakan orang lain, atasan harus secara sederhana yakin bahwa sepanjang mmasa, hamper setiap orang, hampir selalu, akan menggunakan kekuatnnya dalam mewujudkan visinya dan dipandu oleh nilai-nilai kebaikan.

Pemberdayaan staf dapat dipandang sebagai pemerdekaan karena dengan pemberdayaan, atasan tidak lagi menggunakan pengawasan, pengecekan, verifikasi dan mengatur aktivitas orang yang bekerja dalam organisasi. Atasan melakukan pemberdayaan dengan memberikan pelatihan dan teknologi yang memadai kepada staf, memberikan arah yang benar dan membiarkan staf untuk mengerjakan semua yang dapat dikerjakan oleh mereka.
3. Hubungan yang berbasis kepercayaan.
Pemberdayaan staf menekankan aspek kepercayaan yang diletakkan oleh manajemen kepada staf. Dari pemberdayaan staf, hubungan yang tercipta antara manajemen dengan stap adalah hubungan berbasis kepecayaan atau sebaliknya kepercayaan yang dibangun oleh staf melalui kinerjanya.
Lebih lanjut Stewart (1998) mengatakan ada enam cara yang dapat digunakan pemimpin dalam mengembangkan pemberdayaan bawahan yakni: meningkatkan kemampuan staf atau bawahan, memperlancar tugas-tugas staf , konsultas, bekerjasama, membimbing bawahan dan memberi dukungan.
Namun apapun cara yang ditempuh oleh pemimpin dalam memberdayakan staf atau bawahan perlu mengacu pada empat sudut pandangan yaitu: Visi, realita, person dan keberanian.
Visi, pemimpin yang memberdayakan melihat semuanya secara luas dan mendorong pemahaman anggota tim tentang bagaimana cara mereka menyesuaikan diri dengan situasi dan berbagi dengan anggota tim tentang kemungkinan-kemungkinan baru di masa mendatang. Mereka memotivasi yang lain dengan visi tentang apa yang mereka coba meraih dan mendorong tim untuk memikirkan cara sampai ke sana.
Relaita, kepemimpinan yang memberdayakan menanggapi dan mencari fakta-fakta tentang apa yang sebenarnya

sedang terjadi. Mereka tetap menjaga agar staf atau bawahan tetap memeriksa kenyataan dan tidak mudah terperdaya atau mengabaikan tanda-tanda preringatan mereka menyadari akan keberadaan orang lain dan keberadaan mereka sendiri.
Person (orang), pemimpin yang memberdayakan sensitive terhadap orang lain, siap memenuhi kebutuhan orang lain dan melakukannya dengan cara etis yang akan membangun saling percaya dan menghormati.
Keberanian, pemimpin yang memberdayakan adalah pemimpin yang siap berinisiatif atau mau mengambil resiko. Mereka tidak terbelenggu oleh cara-cara lama dalam menangani sesuatu di masa lalu atau oleh ketakutan-ketakutan akan kesalahan yang tidak beralasan.
Dalam memberdayakan staf atau bawahan seorang pemimpin di samping harus berpegang pada etika dan prinsip-prinsip pemberdayaan yang ada, ia juga harus berani berbaur dengan staf atau bawahan, mampu menjadi pembimbing dan motivator bagi mereka serta mampu menunjukkan dirinya sebagai sosok yang dapat diteladani akibat pemberdayaan itu sendiri.

IV. KESIMPULAN

Dengan memperhatikan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa peran kepala sekolah dalam memberdayakan guru mencakup hal-hal berikut:
1. Pelimpahan wewenang berdasarkan kemampuan guru
2. mempermudah aturan atau prosedur, menyelesaikan konflik dan hambatan lainnya untuk mendukung tugas guru
3. Memberikan arahan, bimbingan dan konsultasi serta menjelaskan apa yang diharapkan dari kepemimpinan kepala sekolah

4. Menghargai kontribusi setiap guru dan memberikan motivasi untuk mengembangkan potensi yang dimiliknya secara maksimal
5. Mendorong guru untuk berani mengemukakan pendapat, saran atau memberikan kritik dalam berbagai kesempatan
6. Memfsilitasi para guru dalam membuat perencanaan dan pengambilan keputusan
7. Tidak mengambil tanggung jawab yang menjadi kewenangan guru
8. memiliki inisiatif dan siap menghadapi resiko
9. bertindak realistis dan dipandu oleh nilai-nilai kebenaran dalam mewujudkan visi sekolah
10. Memberikan pelatihan dan teknologi yang diperlukan oleh guru
11. Bekerjasama dan menjalin hubungan dengan guru berbasis kepercayaan
12. menciptakan rasa aman dan kepuasan bagi guru.

DAFTAR PUSTAKA

SMP Negeri 29 MakassarDepartemen Pendidikan Nasional R.I; 2003, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta, Depdiknas
Kholis Nur; 2003, manajemen Berbasis Sekolah, Teori Model dan Aplikasi, Jakarta, CV Gramedia Widi Aksara
Kirana, Andy; 1997, Etika manajemen, Ancaman Bisnis Abad 21, Yogyakarta, CV Andy
Pidarta, I Made; 1990, Perencanaan Pendidikan dengan pendekatan Sistem, Jakarta, PT Rineka Cipta

———–; 1997; landasan Pendidikan, Jakarta, Bumi Aksara
———–; 1999, pemikiran Tentang Supervisi Pendidikan, Jakarta, Bumi Aksara
Purwanto, N; 1987, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, bandung, CV Remaja Karya
Wahjosumidjo; 1999, Kepemimpinan Kepala Sekolah, Jakarta, PT Radja Grafindo Persada
————; 2001, kepemimpinan dan Motivasi, Jakarta, PT Gholia Indonesia
Soekarto Indrafachrudi; 1986, Kepemimpinan Pendidikan, Sub Proyek P3T IKIP Malang

Karya Tulis

MANFAAT PERPUSTAKAAN SEKOLAH TERHADAP  PENINGKATAN MINAT BACA SISWA

Oleh: Drs. Muhammad Yusuf Nur  Urs. Kurikulum SMP Neg. 29 Makassar


  1. I. PENDAHULUAN

Dalam rangka menjawab tantangan dan hambatan bangsa Indonesia di masa mendatang perlu penyediaan sumber daya manusia yang mampu merancang dan melaksanakan pembangunan. Untuk itu, perlu pembinaan secara terus menerus dan terpadu baik konsepsional maupun operasional. Sasaran utamanya adalah siswa-siswa yang berada pada lembaga pendidikan Dasar dan menengah sebagai pondasi yang sangat menentukan pada jenjang pendidikan yang lenih tinggi.

Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke-4 tercantum tujuan negara antara lain ” … mencerdaskan kehidupan bangsa…”. Selanjutnya pasal 31 ayat 2 menyatakan, pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional yang diatur dengan undang-undang. Sebagai tindak lanjut dari pasal tersebut, maka lahirlah Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Melihat kenyataan dewasa ini, di mana orang tua siswa kurang mengerti mengenai pendidikan terutama di daerah pedesaan. Sehingga anak mereka kurang arahan dan bimbingan terhadap pendidikan. Akibatnya, anak-anak bebas tanpa memperhatikan dan mengulangi pelajarannya dari sekolah. Malah sebagian anak, justeru ikut membantu orang tuanya mencari nafkah.

Kendala-kendala itu perlu  mendapat penanganan secara seksama, agar anak dapat menyadari betapa pentingnya pendidikan. Itulah sebabnya penulis memilih judul ” Manfaat Perpustakaan Sekolah terhadap Peningkatan  Minat Baca Siswa” dengan alasan sebagai berikut:

  1. Bahwa siswa-siswa yang berada pada lembaga pendidikan Dasar dan Menengah merupakan awal pendidikan yang perlu mendapat perhatian dalam menyiapkan sumber daya manusia yang mapu melanjutkan pembangunan nasional.
  2. Pada umumnya siswa yang berada di daerah pedesaan kurang memperhatikan pelajaran setelah usai jam sekolah. Persolan ini dapat menghambat kemajuan siswa yang bersangkutan untuk menerima pelajaran yang lebih tinggi.

Secara umum, perpustakaan dikenal berfungsi sebagai pusat pendidikan, pusat informasi dan sebagai  pusat rekreasi. Melihat fungsi perpustakaan tersebut khususnya perpustakaan sekolah, maka dapat dikatakan bahwa jantung pendidikan terletak pada perpustakaan dengan segala konsekuensinya.

Seiring dengan era modernisasi, di mana perkembangan era informasi dan komunikasi begitu pesat membuat sistem pendidikan harus melengkapi segala akibatnya tanpa harus menghindar dari era modernisasi tersebut. Yang terpenting adalah bagaimana lembaga-lembaga pendidikan kita tetap eksis pada nilai-nilai yang diembannya.

Kampanye tentang peningkatan kualitas  Sumber Daya Manusia (SDM), sesungguhnya lingkungan pendidikan menempati  urutan skala prioritas dalam mencetak kualitas Sumber Daya  Manusia. Semakin bagus kualitas luaran suatu sekolah, semakin bagus ukuran kualitasnya. Oleh karena itu lingkungan sekolah meruapakan sarana yang sangat efektif dan strategis dalam pembinaan peningkatan  Sumber Daya Manusia. Maka tidak alternatif lain kecuali lingkungan sekolah harus berpacu untuk mengoptimalkan secara keseluruhan potensi yang dimilikinya termasuk mengoptimalkan peran  dan fungsi  perpustakaan sekolah.

  1. II. PERMASALAHAN

Dari judul ini dapat dikemukakan pertanyaan untuk mengungkapkan permasalahan: Adakah manfaat Perpustakaan Sekolah terhadap peningkatan Minat baca siswa ?. Untuk dapat menjawab pertanyaan ini perlu diketahui:

1.  Pengertian Perpustakaan Sekolah

(Apa yang dimaksud dengan perpustakaan sekolah ?)

2.  Perlunya perpustakaan sekolah dalam meningkatkan minat  baca siswa

(Mengapa  perpustakaan sekolah diperlukan dalam meningkatkan minat   baca  siswa ?)

3.   Dampak perpustakaan sekolah terhadap minat baca siswa

(Bagaimana dampak perpustakaan sekolah terhadap minat baca bagi siswa

III. PEMBAHASAN MASALAH

  1. Pengertian Perpustakaan Sekolah

Secara umum kita sudah dapat mengerti bahwa perpustakaan sekolah yaitu suatu tempat yang diperlengkapi dengan sarana tempat  koleksi menyimpan buku-buku atau bahan informasi secara sistematis dan teratur rapi. Pengertian semacam itu dimaksudkan agar dibutuhkan sewaktu-waktu dengan mudah segera diambil sesuai dengan apa yang dikehendaki.

Untuk lebih jelasnya berikut ini penulis kemukakan dua pendapat perpustakaan sebagai berikut:

  1. Pendapat Drs. H. Abdul Gani Cangara:

Perpustakaan berarti kumpulan buku-buku, majalah, surat kabar, dan koleksi lainnya yang disusun sedemikian rupa sehingga dalam waktu relatif singkatdapat diketemukan kembali apabila diperlukannya.

  1. Pendapat Ny. Wahjoeti Marjono dan tahju Wiraatmadja:

Perpustakaan sekolah ialah merupakan tempat kumpulan buku-buku dan bahan-bahan pendidikan yang diatur dan diorganisasikan dengan baik sehingga dapat membantu para pendidik dan anak didik dalam semua kegiatan pendidikan dan pengajaran di sekolah.

Dari kedua pendapat tersebut di atas, maka tampak jelas bahwa perpustakaan itu bukan sekedar koleksi buku-buku tetapi merupakan suatu tempat sumber informasi dan tempat menggali ilmu pengetahuan yang sangat baik. Tidak sedikit perpustakaan sekolah yang kurang dapat dimanfaatkan secara baik, bahkan ada yang terbengkalai. Hal ini dikarenakan dari pihak pembina dan pengelola perpustakaan termasuk guru dan kepala sekolah kurang memperhatikan akan manfaat dan kegunaan perpustakaan sekolah. Untuk itu perlu adanya pembinaan dan perhatian secara saksama dari semua pihak yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelenggaraan pendidikan, utamanya para guru, petugas perpustakaan dan kepala sekolah agar perpustakaan sekolah dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.

Di samping pertugas perpustakaan  yang mempunyai tanggung jawab langsung penyelenggaraan perpustakaan, perlu ada partisipasi dari guru dan stap yang lain agar dapat memberikan motivasi kepada anak. Sehingga mau  memanfaatkan perpustakaan sekolah dengan baik.  Hal ini dapat dimulai dengan mengenal buku-buku yang relevan dengan mata pelajaran yang diajarkan sampai dengan tatacara memanfaatkan buku-buku perpustakaan yang baik beserta pustakawan.

Koleksi buku-buku dan bahan-bahan informasi lainnya di perpustakaan perlu dikembangkan. Artinya perlu ditambah jumlahnya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta sesuai dengan perkembangan kurikulum sendiri. Untuk menanmbah volume koleksi perpustakaan dapat ditempuh dengan jalan usaha sendiri dan dapat pula ditempuh dengan cara mengusulkan ke pemerintah sesuai dengan kebutuhannya.

Dengan cara melibatkan seluruh komponen yang ada di sekolah, maka perpustakaan dapat berkembang, terbina dan terpelihara dengan baik. Kriteria perpustakaan yang dikategorikan baik dan memadai antara lain dapat memenuhi kebutuhan di pembaca atau pengunjung perpustakaan, dapat ,memberi kenyamanan, ketenangan. Sehingga suatu perpustakaan sangat perlu ditata dengan sebaik mungkin.

Berdasarkan uraian dan defenisi perpustakaan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa yang diamaksud dengan perpustakaan adalah suatu tempat yang diperlengkapi dengan sarana  berupa kumpulan koleksi buku-buku, majalah, suart kabar serta bahan-bahan pendidikan sebagai bahan informasi yang diatur dan diorganisasikan dengan baik sehingga dapat membantu anak didik maupun pendidik di dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah.

  1. Perlunya  Perpustakaan Sekolah dalam meningkatkan Minat Baca Siswa

Perpustakaan sekolah sebagai bagian dalam lembaga pendidikan  sebagai media pendidikan dapat dimanfaatkan untuk menunjang proses belajar mengajar di sekolah. Sehingga konsekuensinya masing-mamsing perpustakaan sekolah harus  mampu mengikuti arus perkembangan informasi dan pesan-pesan ilmu pengetahuan dan teknologi, agar guru-guru dan siswa dapat menikmati perkembangan informasi itu melalui perpustakaan sekolah.

Sistem belajar pada era modernisasi tidak terlepas dari suatu upaya untuk membiasakan anak didik untuk belajar mandiri melalui proses membaca, berpikir, mencari, menemukan, mengelola dan menyimpulkan sendiri melalui sumber belajar yang tersedia. Pada sisi inilah terlihat pentingnya perpustakaan hadir di tengah-tengah lingkungan sekolah untuk menyerap dan menghimpun informasi untuk kegiatan belajar mengajar, menyediakan sumber-sumber rujukan yang tepat guna untuk siswa dan guru, menyediakan bahan-bahan bagi kegiatan rekreasi, meningkatkan minat  baca dan mengembangkan daya nalar.

Untuk mengsosialisasikan peran dan fungsi perpustakaan sekolah secara optimal, maka serang pustakawan harus mampu mempersiapkan berbagai metode untuk mempromosilan keberadaan perpustakaan sekolah dengan  mempersiapkan bahan-bahan koleksi yang siap untuk dimanfaatkan tanpa mengabaikan sasaran yang ingin dicapai yaitu meningkatkan minat baca siswa khususnya dan para pengguna perpustakaan pada umumnya.

Upaya pengembangan perpustakaan sekolah, prospeknya cukup menggembirakan. Hal ini ditandai dengan adanya beberapa peraturan pemerintah seperti yang tercakup dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem pendidikan nasional pada fasal 35 secara tegas menyatakan bahwa pendidikan tidak mungkin terselenggara dengan baik bilamana tenaga kependidikan maupun para peserta didik tidak didukung oleh sumber belajar yang diperlukan untuk penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar yang bersangkutan.

Sementara dipahami bahwa salah satu sumber belajar yang amat penting, sekalipun bukan satu-satunya adalah perpustakaan sekolah. Oleh karena itu eksistensi perpustakaam sekolah dengan sendirinya memungkinkan para tenaga kependidikan dan para peserta didik dapat memperoleh kesempatan untuk memperluas, memperdalam dan mengambangkan pengetahuannya dengan membaca bahan perpustakaan yang mengandung pesan-pesan ilmu pengetahuan yang diperlukan.

Yang menjadi persoalan sesungguhnya adalah  sejauh mana kesiapan lembaga pendidikan menyikapi nilai keberadaan perpustakaan itu sendiri dan memanfaatkan seluruh peluang yang ada secara optimal untuk pembinaan danpengembangan pengelolaan perpustakaan.

Sisi lain yang dapat mendukung prospek pengembangan perpustakaan adalah adanya perhatian pemerintah dalam hal pengembangan profesi perpustakaan agar dapat berdaya guna dan berhasil guna  yaitu ditandai dengan diterbitkannya  Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara  Nomor: 18/Menpan/1988 tanggal 29 Februari 1988 tentang Angka Bagi Jabatan Pustakawan dan Surat Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan Kepala BAKN Nomor : 53649/MPK/1988 dan Nomor 15/SE/1988 tanggal 16 Juli 1988.

Perhatian pemerintah tentang angka kredit bagijabatan pustkawan,implikasinya memberikan  motivasi anggota pustakawan agar dat mengelola perpustakaan secara profesional. Peningkatan profesionalisme pustakawan masih perlu dipacu secara maksimal, khususnya pada  pengelola perpustakaan sekolah. Oleh karena masih adanya sekolah yang belum memiliki perpustakaan yang layak disebut juga  perpustakaan.

Pengembangan perpustakaan sekolah baik sekolah negeri maupuin di sekolah swasta masih sangat dilematis. Berbagai variabel yang menjadi faktor penyebabnya diantaranya kurang dipahaminya fungsi perpustakaan  sehingga semangat untuk mengelolanya terjadi kejenuhan di antara sebagian sekolah. Pada sisi lain adalah sulitnya untuk melengkapi bahan-bahan koleksi perpustakaan akibat  karena mahalnya harga-harga buku. Sementara bantuan buku-buku dari proyek pengadaan buku Kanwil Departemen Pendidikan dan Kebudayaan masih sangat terbatas. Itupun hanya terbatas pada bantuan buku-buku paket saja yang sesungguhnya tidak termasuk ke dalam koleksi bahan pustaka.

Penyebab sangat fatal adalah terjadinya pergeseran nilai yaitu adanya hambatan pada sisi mnat baca  terhadap sebagian anak didik, sehingga untuk mengoptimalknan peran dan fungsi perpustakaan sekolah memerlukan kerja ekstra keras daripara pendidik maupun pustakawan yang mengelola perpustakaan sekolah. Kerjasama antara guru-guru mata pelajaran dengan pihak poengelola perpustakaan sekolah harus sejalan, serasi dan seimbang dalam mempromosikan fungsi perpustakaan sekolah kepada peserta didik. Kerjasama seperti inilah yang masih jarang ditemukan pada sebagian sekolah. Bahkan kalau mau diteliti secara obywektif, mungkin masih ditemukan  adanya guru mata pelajaran yang belum pernah measuki perpustakakan sekolah. Sehingga konsekuensi logisnya koleksi buku-buku perpustakaan tidak dipahaminya secara dekat.

Adanya pergeseran nilai berupa penurunan minat baca, secara sederhana dapat kita lihat pada lingkungan keluarga kita masing-masing.  Sebagai contoh kecil, pada tahun 70-an ke bawah, di mana perkembangan arus informasi melalui media elektronik berupa radio, dan televisi masih terhitung langka sehingga untuk menemukan informasi mengenai pesan-pesan ilmu pengetahuan, para peserta didik harus mencarinya melalui kegiatan membaca. Akan tetapi pada era tahun 80-an sampai sekarang arus informamsi bergitu cepat dan pesat terutama kemajuan media elektronik berupa radia dan televisi sehingga kejadian-kejadian dunia begitu cepat bisa dinikmati oleh obyek informamsi. Hal inio untuk mencari informasi dengan bermuara kepada media eletronik yang pada gilirannya aktivitas membaca nyaris  terlupakan

Salah satu alternatif untuk mengangkat kembali kepermukaan minat baca terhadap anak didik  di sekolah, sebagai hipotesis  dari adanya pergeseran nilai terhadap penurunan  minat baca adalah perlu adanya pencanangan  wajib berkunjung ke perpustakaan. Hal ini dapat terwujud  apabila ada kerja sama yang baik antara  guru-guru mata pelajaran dengan pihak pengelola perpustakaan.

Pencanangan wajib kunjungan keperpustakaan  khususnya di SMP Negeri 29 Makassar  telah diterapkan sejak tahun pelajaran 2004/2005.  Selama diterapkannya wajib kunjungan setiap siswa ke perpustakaan  yang selama ini perpustakaan hanya berfungsi sebagai tempat mengambil buku paket atau buku mata pelajaran yang disarankan oleh guru sudah mulai menampakkan hasil yang menggembirakan.

Sejak adanya peraturan yang diterapkan pada siswa, maka lama kelamaan siswa tidak lagi merasa suatu hal yang harus dilakukan, tetapi pada umumnya siswa sudah menyadari betapa pentingnya membaca  bahan-bahan pustaka demi  menambah ilmu pengetahuan. Dan sejak itu pula pelayanan diperpustakaan  harus bekerja ekstra untuk meladeni siswa  untuk  mengembangkan pengetahuan yang mereka inginkan.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas di bawah ini akan dikemukan peningkatan kunjungan siswa ke perpustakaan sejak tahun 2004/2005  sampai dengan tahun 2006/2007 seperti tabel berikut ini

DAFTAR   KUNJUNGAN  PERPUSTAKAAN  SMP NEGERI 29 MAKASSAR  DARI TAHUN  2004 S/D 2007

NO. TAHUN PELAJARAN JUMLAH PENGUN-JUNG PERSENTASE JENIS BUKU YANG DIBACA
BUKU PAKET BUKU FIKSI BUKU NON FIKSI
1. 2004/2005 125 18 % 98

( 78 %)

7

( 6 % )

20

( 16 % )

2. 2005/2006 298 42 % 240

(81 %)

15

(5 % )

43

( 14 %)

3. 2006/2007 325 46 % 115

(36 % )

30

(9 % )

180

( 55 %)

SumberData Pengunjung Perpustakaan  tahun 2007

Dari data tersebut di atas menunjukkan bahwa  siswa yang mengunjungi perpustakaan dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang signifikan. Ini menunjukkan bahwa kesadaran siswa dalam hal manfaat perpustakaan terhadap peningkatan minat baca siswa  sudah mengalami kemajuan yang berarti.

Untuk mengetahui lebih mendalam tentang keberadaan perpustakaan sekolah sebagai sarana penunjang pendidikan, maka perlu diketahui fungsi dan tujuan perpustakaan itu sendiri dalam peningkatan  minat baca siswa sebagai berikut:

  1. Fungsi Perpustakaan

Pada dasarnya perpustakaan sekolah berfungsi sebagai edukatif, informatif dan rekreasi.

1). Fungsi Edukatif

Seperti diketahui bahwa pendidikan berlangsung seumur hidup. Hal ini sesuai dengan Tap MPR Nomor II/MPR/1983, bidang pendidikan butir (e) sebagai berikut: Pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam rumah tangga, sekolah dan masyarakat.

Perpustakaan merupakan salah satu sarana pendidikan di sekolah dan sekaligus berfungsi mendidik para pengunjung perpustakaan. Sebab dengan membaca buku-buku yang cukup bermutu, pembaca akan dapat meningkatkan pengetahuannya, memperluas budi pekertinya dan diperluas pandangan hidupnya.

2)      Fungsi Informatif

Di sekolah, informasi mempunyai banyak peran utama  dalam proses belajar mengajar. Sebab dengan informasi maksud pendidikan akan dapat sampai pada sasarannya yaitu anak didik. Perpustakaan sekolah merupakan salah satu sarana informasi pendidikan. Manakala suatu ilmu pengetahuan belum disampaikan guru di depan kelas, maka anak didik dapat memperoleh informasi dari perpustakaan. Hal-hal yang ditanyakan siswa dan guru tidak tidak dapat menjawabnya, maka jawabannya dapat diperoleh dari perpustakaan. Di sampingitu guru sendiri juga dapat memperoleh sumber informasi dari perpustakaan yang  seterusnya juga akan disampaikan kepada anak didik.

3)        Fungsi dokumentatif

Dengan adanya perpustakaan, maka naskah penting, bahan informasi dan buku-buku ilmu pengetahuan yang sangat penting dengan mudah dapat disimpannya sebagai bahan dokumentasi, misalnya buku Kitab Undang-Undang, karangan sastra, karangan tokoh-tokoh dari berbagaidisiplin ilmu.

4)        Fungsi Rekreasi

Di samping ketiga fungsi tersebut, maka perpustakaan juga mempunyai fungsi hiburan atau rekreasi. Hal ini dapat dibuktikan karena perpustakaan juga memuat buku-buku bacaan populer yang di dalamnya berisi hiburan dan juga terdapat di buku-buku sastra, novel, majalah, gambar-gambar, film,kaset,  dan yang lainnya semuanya dapat menghibur para pegunjung perpustakaan.

Selain keempat fungsi tersebut di atas, dalam Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor: 0103/O/1981, tanggal 11 Maret 1981 lebih lanjut diterangkan  tentang fungsi-fungsi perpustakaan sekolah sebagai berikut:

1)      Sebagai pusat kegiatan belajar mengajar

2)      Sebagai pusat penelitian sederhana

3)      Sebagai pusat membaca, guna menambah ilmu pengetahuan dan rekreasi.

  1. Tujuan Perpustakaan

Adapun tujuan perpustakaan itu adalah sebagai berikut:

1)      Menumbuhkan minat baca siswa

Dengan adanya perpustakaan yang lebih lengkap dan koleksi bukunya cukup bermutu sesuai dengan kebutuhan anak     dan didukung oleh keuletan guru pembimbing agar anak dapat memanfaatkan perpustakakan sekolah dengan baikkhususnya buku-buku yang ada kaitannya dengan  mata pelajaran yang disampaikan, maka lambat laun anak didik akan terbiasa membaca di perpustakaan di mana minat baca anak didik akan tumbuh dengan subur yang pada akhirnya anak akan cinta buku dan gemar membaca.

2)      Memupuk kebiasaan dan kegemaran membaca bagi anak.

Setelah minat baca anak tumbuh yang didukung sarana perpustakaan yang lengkap dan memadai, maka langkah selanjutnya adalah guru harus   dapat membimbing anak dengan memberikan motivasi agar tumbuh kegemaran dan cinta membaca buku.

3)   Menunjang kurikulum dan proses belajar mengajar

Dengan tersedianya perpustakaan yang lengkap dan memadai akan sangat menunjang kelancaran pelaksanaan kurikulum dan proses belajar mengajar. Betapa tidak,  seperti diketahui bersama bahwa perpustakaan menyediakan koleksi-koleksi buku bacaan  yang berkaitan  dengan mata pelajaran yang tervcantum dalam kurikulum dan materi  pelajaran yang disajikan dalam proses belajar mengajar juga bersumber dari buku-buku bacaan dan buku paket yang ada di dalam perpustakaan. Terlebih lagi siswanya sudah memiliki kegemaran membaca dan cinta buku.

3)      Memperluas dan memperdalam pengetahuan anak

Perpustakaan dapat memperluas dan memperdalam  pengetahuan anak  karena perpustakaan tidak hanya menyediakan buku-buku  pelajaran saja akan tetapi juga menyediakan koleksi bahan bacaan yang bersifat hiburan.

Dengan demikian bila perpustakaan dapat dimanfaatkan dengan baik  dan minat serta kegemaran membaca buku sudah tumbuh pada setiap diri anak didik, maka  anak didik tidak hanya membaca buku-buku yang berkaitan dengan mata pelajaran,tetapi juga dapat memanfaatkan  semua koleksi yang ada pada perpustakaan sehingga pengetahuan anak semakin bertambah dan lebih mendalam.

4)      Melatih anak untuk belajar mandiri

Bila kegermaran membaca dan cinta buku sudah benar-benar dimiliki oleh anak, maka dengan sendirionya kebiasaan belajar sendiri akan tumbuh pula. Bila anak kebetulan menemukan masalah yang belum diketahui dengan spontanitas akan mencarinya dengan membaca literaratur  yang  ada di perpustakaan. Dalam hal ini guru perlu membimbing anak-anak agar dapat tumbuh dan semangat belajarnya  lebih tinggi.

Dari uraian tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dengan tersedianya perpustakaan sekolah yang lengkap dan memadai akan dapat menumbuhkan minat baca kemudian tumbuh kegemarannya membaca dan cinta buku  dan pada akhirnya  pada diri anak timbul suatu kebiasaan membaca  sebagai kebutuhan pokok serta buku merupakan teman hidupnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Ny. Wahjuti Marjono dan tahju Wiraatmaja sebagai berikut:

Tujuan mendirikan perpustakaan sekolah antara lain ialah agar anak-anak gemar membaca dan mencintai buku. Dengan timbulnya kegemaran membaca mereka akan mencintai buku dan menyadari bahwa buku dapat mengisi hidup. Buku tidak hanya memberikan pengetahuan, tetapi juga menjadi teman di masa suka dan duka. Bila buku sudah menjadi sahabat dalamhidup sehari-hari, tujuan mendirikan perpustakaan sudah mengenai sasaran.

Dengan melihat tjuan tersebut di atas, maka nyatalah perlunya perpustakaan sekolah dalam meningkatkan minat baca siswa.

  1. 3. Dampak perpustakaan sekolah terhadap minat baca siswa

Unsur penting dalam meningkatkan   mutu pendidikan adalah kemauan minat membaca yang pada akhiranya menjadi hobby atau kegemaran sehingga dengan sendirinya anak yang bersangkutan dapat memilih apa yang telah dibaca.

Dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara dijelaskan bahwa: Tujuan pendidikan nasional  yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur,berkepribadian,mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, profesional, bertanggung jawab serta sehat jasmani dan rohani.

Apabila dari sejak awal siswa mempunyai kegemaran membaca, maka mereka mampu mengembangkan wawasan berpikirnya, hingga masuk pada jenjang pendidikan lanjutan. Di samping guru sebagai metivator di sekolah, peranan orang tua siswa memberikan bimbingan dan dorongan  kepada anaknya. Begitu  pula lingkungan masyarakat sangat besar pengaruhnya pada pembinaan anak  yang dapat berpengaruh pada perkembangan  pendidikannya.

Salah satu peranan perpustakaan yang sangat penting adalah peningkatan kecerdasan bangsa, memajukan perkembangan ilmu  pengetahuan dan teknologi.

Mengaktifkan siswa-siswa secara terus menerus pada jam tertentu memasuki perpustakaan  sekolah dengan memberikan tugas-tugas yang berhubungan dengan materi pelajaran di kelas  suatu saat siswa akan merasa berkewajiban masuk perpustakaan.

Semua aktivitas tersebut di atas merupakan upaya mencerdaskan generasi  penerus, sebagai pelanjut pembangunan bangsa.  Peranan guru sangat menentukan dalam  usaha peningkatan sumber daya manusia. Pembinaan  melalui peningkatan mutuguru, peningkatan pembinaan perilaku beragama, perilaku terpuji, penanaman rasa cinta tanah air, disiplin dankemandirian, penumbuhan minat baca,menulis, berhitung, belajar, peningkatan daya cipta, daya analisa, prakarsa dan daya kreasi, pembinaan kesadaran akan hidup bermasyarakat serta peningkatan kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dalam GBHN 1993 berbunyi: Garis-Garis  Besar Haluan Negara telah mencantumkan poerubahan minat baca, maka sudah menjadi kewajiban para guru, orang tua siswa menumnbuhkan  minat baca. Bimbingan dan motivasi para guru sangat berperan terhadap perkembangan anak di sekolah.

Untuk menumbuhkan minat baca, sarana prasarana perpustakaan sangat penting termasuk persediaan buku-buku fiksi dan non fiksi yang ada hubungannya dengan jenjang pendidikan. Begi pula petugas perpustakaan seharusnya memiliki kemampuan profesional sehingga barang-barang  inventaris (koleksi) perpustakaan tetap utuh dan lestari. Pelayanan yang cepat dan tepat sangat diperlukan . Selain itu, para guru perlu ada persamaan langkah mengatur  waktu untuk mewajibkan siswa memasuki perpustakaan secara bergilir tiap kelas sehingga para siswa dalam satu kelas mempunyai kesempatan yang sama untuk mendapatkan buku yang diperlukan.

Begitu pula petugas perpustakaan perlu dibekali  pelatihan khusus, sehingga dapat  melaksanakan tugasnya secara profesional. Koleksi buku-buku sebaiknya dilengkapi  sesuai dengan kebutuhan berdasarkan kurikulum sehingga memudahkan guru melaksanakan tugasnya dalam proses belajar mengajar.

Walaupun perpustakaan tersebut mempunyai koleksi buku-buku yang lengkap dan sarana prasarana memadai tetapi tidak ada pengunjungnya, di mana warga sekolah tidak mempunyai minat dan kegemaran membaca maka perpustakaan tersebut tidak lebih hanya merupakan bahan pameran atau tontonan koleksi bulu-buku belaka.

Untuk menghindari keadaan yang demikian itu, maka anak didik perlu ditanamkan sifat gemar dan cinta buku. Pada dasarnya membaca itu adalah  menangkap dan memahami maksud  penulis/pengarang. Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan dalam buku Metodik Membaca dan Menulis Permulaan bahwa: membaca adalah menangkap dan memahami bahan yang tertulis.

Menurut S. Nasution M.A adalah:  ”Dalam waktu yang sama dan sejajar dengan berhitung, kepandaian menulis dan membaca tumbuh pula ……pada awalnya mereka itu bekerja hanya untuk pertumbuhan jiwa dan bathin, untuk melatih kerjasama otot dan untuk menguasai kerja urat-urat sarafnya, ……tiba pada saat yang tepat, menurut tingkat kesulitan yang tepat pula, niscaya akan timbul pada anak itu minat membaca, ingin bekerja………….

Dengan demikian bagi anak sejajar dengan kepandaian berhitung sesuai dengan tempo dan irama perkembangannya. Pada saat-saat seperti tersebut anak mulai ada keinginan memahami apa yang dibacanya. Tidak sedikit contoh anak yang kurang berminat dan kurang gemar membaca. Bahkan juga terjadi pada siswa-siswa SLTA dan bahkan mahasiswa yang kurang berminat dan gemar membaca. Kurangnya minat dan gemar membaca bagi siswa adalah sebgai akibat dari kelalaian semua orang yang terlibat dalam proses pendidikan anak yaitu orang tua, sekolah dan masyarakat. Khususnya guru, banyak kurang memperhatikan akan pentingnya membaca terutama penggunaan waktu istirahat dan waktu lowong jam pelajaran di sekolah.

Kenyataan menunjukkan bahwa minat baca di kalangan pelajar dan mahasiswa sangat menurun. Mereka hanya terpaku  pada bacaan buku wajib saja. Melihat kenyataan semacam itu, maka kepedulian orang tua sangat dibutuhkan dalam artian bahwa orang diharapkan mampu memberikan pengertian tentang kebiasaan hidup yang baik, termasuk di dalamnya  menanamkan budaya membaca sejak dini karena membaca merupakan kesempatan pendahuluan menuju jenjang pengetahuan. Disinilah letak peranan perpustakaan dalam melatih anak didik guna mengembangkan minat baca agar nantinya kebiasaan membaca tersebut akan selalu menjadi kebutuhan dalam hidup setiap siswa.

Dengan pemanfaatan perpustakaan yang lebih efektif dan efisiensi akan menanamkan kepada siswa kebiasaan-kebiasaan membaca sehingga dapat menambah wawasan dan cakrawala berpikir yang luas dan obyektif. Kebiasaan-kebiasaan  membaca ini akan memberikan suatu hubungan dekat antara yang dibaca dengan yang dipikir. Begitu berartinya manfaat membaca, maka pada tanggal 2 Mei 1995 yang bertepatan dengan hari pendidikan nasional telah dicanangkan bulan buku nasional. Bahkan pihak perpustakaan Indonesia pernah mengusulkan kepada pemerintah untuk melahirkan  Hari Baca Nasional. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menggairahkan membaca dan menulis di kalangan  masyarakat pada umumnya dan khususnya para pelajar.

IV. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan  secara umum sebagai  berikut:

  1. Berdasarkan pengertian , fungsi dan tujuan perpustakaan sekolah, maka perpustakaan dapat menumbuhkan minat baca  bagi siswa
  2. Minat baca, gemar membaca dan cinta buku perlu ditanamkan sedini mungkin  sehingga menjadi kebiasaan seterusnya dan menjadi bagian dari kebutuhan hdupnya. Untuk itu perpustakaan sangat diperlukan sebagai salah satu penunjangnya,
  3. Untuk menumbuhkan minat baca perlu ada bimbingan dan dorongan yang melibatkan orang tua, guru dan masyarakat.
  4. Perpustakaan sekolah yang lengkap dan memadaui sangat diperlukan, karena sangat menunjang kelancaran proses belajar mengajar.

KEPUSTAKAAN

Abdul Gani Cangara; 1983, Petunjuk Praktis Tentang Penyelenggaraan Perpustakaan Sekolah di Taman Kanak-Kanak, CV. Karya Bhakti, Ujung Pandang.

Nasutuion A.S; 1978, Perpustakaan Sekolah, Pusat pembinaan Perpustakaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan R.I, Jakarta.

Tap MPR No II/MPR/1983 tentang GBHN, Departemen Dalam Negeri, Jakarta

Wahjoeti Marjono dan Tahju Wiraatmadja; 1981, Perpustakaan Sekolah, Proyek Pengembangan Penataran Guru, Bandung.

PENUNTUN PRAKTEK TIK

Perangkat Lunak Pengolah Kata

Standar Kompetensi:

Menggunakan perangkat lunak pengolah kata untuk membuat informasi.

Kompetensi Dasar:

  1. Mengidentifikasi menu ikon pada perangkat lunak pengolah kata.
    1. Memahami fungsi menu ikon pada program pengolah kata.

Kegiatan 1

Identifikasi menu ikon perangkat

lunak pengolah kata

  1. I. Tujuan

Agar siswa mampu mengidentifikasi menu ikon perangkat lunak pengolah kata.

II  Alat dan Bahan

  1. Unit komputer
  2. Charta
  3. Buku acuan

III. Urutan kerja

  1. Aktifkanlah program pengolah kata (MS Word) dengan langkah-langkah sebagai berikut.
  • Tekan tombol power untuk mengaktifkan komputer.
  • Tunggu sejenak dan di layar akan muncul tampilan desktop dari windows.
  • Klik tombol Start pada baris task bar, arahkan pada pilihan program, kemudian klik pilihan Microsoft Word dan pada layar terlihat lembar kerja Microsoft Word.

2. Perhatikan charta-charta berikut dengan teliti!

Charta 1:

Baca lebih lanjut